Perjanjian
Rum – Royen
Karena dipengaruhi oleh sikap
Amerika Serikat saat itu, maka pada tanggal 14 April 1949 perundingan dapat
dibuka kembali. RI diwakili oleh Moh. Rum, sedangkan Belanda diwakili Van
Royen. Tetapi seminggu kemudian perundingan terhenti lagi karena Van Royen
menafsirkan bahwa pemerintah Netherland akan memulihkan pemerintahan dan
pemimpin – pemimpin RI hanya sesudah pemerintah RI memerintahkan kesatuan –
kesatuan bersenjatanya untuk menghentikan gerilya mereka dan bekerja sama dalam
memulihkan pedamaian dan memelihara keteriban dan keamanan, dan juga bersedia
menghadiri KMB. Pendapat pihak RI sebaliknya. Pihak RI tidak mungkin melakukan
hal –hal tersebut diatas, karena pemimpin – pemimpin RI terpencar – pencar,
tiada kontak satu dengan yang lain. Kemacetan itu berlangsung sampai 1 Mei
1949, ketika atas desakan keras dari wakil AS dalam UNCI, Cochran. Pihak RI
menerima ketentuan – ketentuan persetujuan. Cochran menjanjikan bantuan ekonomi
AS sesudah penyerahan kedaulatan, tetapi kalau ditolak AS tak akan membantu
apapun juga. Adapun ketentuan Perjanjian Rum – Royen adalah :
1. Pengeluaran perintah oleh pihak RI
kepada kesatuan – kesatuan bersenjata RI untuk menghentikan perang gerilya,
sedangkan pemerintah dan pemimpin – pemimpin RI dipulihkan kembali ke
Yogyakarta.
2. Kerjasama dalam pemulihan perdamaian
dan keamanan.
3. Belanda akan menyokong RI untuk
menjadi Negara bagian dari RIS dengan mempunayi sepertiga suara dalam
Perwakilan Federal.
4. Ikut serta dalam KMB di Den Haag
untuk mempercepat kedaulatan tanpa syarat, nyata, dan lengkap.
Perjanjian tersebut mengandung hal – hal yang tidak memuaskan
RI, yaitu :
1. Pemerintah RI hanya menguasai kembali
Yogyakarta.
2. Pegawai – pegawai RI di luar
Yogyakarta boleh terus menjalankan fungsinya tetapi penarikan mundur tentara
hanya dilakukan Belanda di Yogyakarta.
3. Belanda tetap mengakui negara – negara
bagian yang diciptakan dengan merampas daerah – daerah RI
4. Dalam DPR Federal Sementara, RI hanya
diwakili oleh sepertiga dari seluruh jumlah anggota.
Dengan begitu maka tidak disebut –
sebutjuga tentang plebisit di daerah yang direbut RI dan diduduki Belanda dalam
Agresi I. Dengan demikian maka daerah
ini berkedudukan sebagai negara bagian yang sederajat dengan RI. Memang secara
keseluruhab persetujuan Rum – Royen belum memuaskan RI, tetapi cukup maju bagi Belanda,
sehingga Beel yang konservatif itu mengundurkan diri sebagai Wakil Tinggi
Mahkota dan digantikan oleh Lovink.
Dan dikalangan politisi RI sebenarnya
terdapat banyak yang menyesalkan penandatanganan perundingan tersebut, misalnya
PSI Sjahrir dan Murba. Begitu juga pers Indonesia, misalnya Merdeka. Sedang PNI
dan Masyumi baru menyatakanya dukungannya 28 Mei.
Diantara gerilyawan ada yang tak
senang juga. Ini nampak dari semakin giatnya gerilya, meskipun mungkin itu adalah
kelanjutan dari gerilya – gerilya sebelumnya.
Sikap PDRI disiarkan pada 14 Juni.
PDRI hanya mau menyokong perjanjian Rum – Royen atas dasar :
1. Tentara RI tetap berada pada tempat
kedudukannya.
2. Tentara Belanda harus menarik
kedudukannya dari daerah – daerah RI yang didudukinya.
3. Pemulihan RI ke Yogyakarta
berlangsung tanpa syarat.
4. Kedaulatan RI atas Jawa, Madura,
Sumatra dan pulau – pulai sekitar harus diakui oleh Belanda sesuai dengan
Perjanjian Linggajati.
Pernyataan PDRI itu mungkin merupakan bukti sokongannya
terhadap persatuan – persatuan militer – militer Indonesia, sebab dua hari
setelah itu, kegiatan gerilya meningkat. Belanda sangat berkepentingan dengan
militer RI itu. Amerika Serikat terkesan. Kewibawaan PDRI nyata kelihatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar