Minggu, 06 Juli 2014

Perjanjian Rum – Royen

Perjanjian Rum – Royen

            Karena dipengaruhi oleh sikap Amerika Serikat saat itu, maka pada tanggal 14 April 1949 perundingan dapat dibuka kembali. RI diwakili oleh Moh. Rum, sedangkan Belanda diwakili Van Royen. Tetapi seminggu kemudian perundingan terhenti lagi karena Van Royen menafsirkan bahwa pemerintah Netherland akan memulihkan pemerintahan dan pemimpin – pemimpin RI hanya sesudah pemerintah RI memerintahkan kesatuan – kesatuan bersenjatanya untuk menghentikan gerilya mereka dan bekerja sama dalam memulihkan pedamaian dan memelihara keteriban dan keamanan, dan juga bersedia menghadiri KMB. Pendapat pihak RI sebaliknya. Pihak RI tidak mungkin melakukan hal –hal tersebut diatas, karena pemimpin – pemimpin RI terpencar – pencar, tiada kontak satu dengan yang lain. Kemacetan itu berlangsung sampai 1 Mei 1949, ketika atas desakan keras dari wakil AS dalam UNCI, Cochran. Pihak RI menerima ketentuan – ketentuan persetujuan. Cochran menjanjikan bantuan ekonomi AS sesudah penyerahan kedaulatan, tetapi kalau ditolak AS tak akan membantu apapun juga. Adapun ketentuan Perjanjian Rum – Royen adalah :
1.      Pengeluaran perintah oleh pihak RI kepada kesatuan – kesatuan bersenjata RI untuk menghentikan perang gerilya, sedangkan pemerintah dan pemimpin – pemimpin RI dipulihkan kembali ke Yogyakarta.
2.      Kerjasama dalam pemulihan perdamaian dan keamanan.
3.      Belanda akan menyokong RI untuk menjadi Negara bagian dari RIS dengan mempunayi sepertiga suara dalam Perwakilan Federal.
4.      Ikut serta dalam KMB di Den Haag untuk mempercepat kedaulatan tanpa syarat, nyata, dan lengkap.
Perjanjian tersebut mengandung hal – hal yang tidak memuaskan RI, yaitu :
1.      Pemerintah RI hanya menguasai kembali Yogyakarta.
2.      Pegawai – pegawai RI di luar Yogyakarta boleh terus menjalankan fungsinya tetapi penarikan mundur tentara hanya dilakukan Belanda di Yogyakarta.
3.      Belanda tetap mengakui negara – negara bagian yang diciptakan dengan merampas daerah – daerah RI
4.      Dalam DPR Federal Sementara, RI hanya diwakili oleh sepertiga dari seluruh jumlah anggota.
Dengan begitu maka tidak disebut – sebutjuga tentang plebisit di daerah yang direbut RI dan diduduki Belanda dalam Agresi I. Dengan demikian  maka daerah ini berkedudukan sebagai negara bagian yang sederajat dengan RI. Memang secara keseluruhab persetujuan Rum – Royen belum memuaskan RI, tetapi cukup maju bagi Belanda, sehingga Beel yang konservatif itu mengundurkan diri sebagai Wakil Tinggi Mahkota dan digantikan oleh Lovink.
Dan dikalangan politisi RI sebenarnya terdapat banyak yang menyesalkan penandatanganan perundingan tersebut, misalnya PSI Sjahrir dan Murba. Begitu juga pers Indonesia, misalnya Merdeka. Sedang PNI dan Masyumi baru menyatakanya dukungannya 28 Mei.
Diantara gerilyawan ada yang tak senang juga. Ini nampak dari semakin giatnya gerilya, meskipun mungkin itu adalah kelanjutan dari gerilya – gerilya sebelumnya.
Sikap PDRI disiarkan pada 14 Juni. PDRI hanya mau menyokong perjanjian Rum – Royen atas dasar :
1.      Tentara RI tetap berada pada tempat kedudukannya.
2.      Tentara Belanda harus menarik kedudukannya dari daerah – daerah RI yang didudukinya.
3.      Pemulihan RI ke Yogyakarta berlangsung tanpa syarat.
4.      Kedaulatan RI atas Jawa, Madura, Sumatra dan pulau – pulai sekitar harus diakui oleh Belanda sesuai dengan Perjanjian Linggajati.
Pernyataan PDRI itu mungkin merupakan bukti sokongannya terhadap persatuan – persatuan militer – militer Indonesia, sebab dua hari setelah itu, kegiatan gerilya meningkat. Belanda sangat berkepentingan dengan militer RI itu. Amerika Serikat terkesan. Kewibawaan PDRI nyata kelihatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar